Antara Keinginan dan Kehendak: Belajar Ridha dalam Skenario Allah

Kita sering kali menyusun rencana dengan teliti. Menyusun harapan demi harapan dalam lembar-lembar doa yang panjang. Kita punya keinginan, bahkan kadang begitu kuat hingga kita merasa yakin itu yang terbaik. Namun, dalam keheningan malam atau di sela kelelahan harian, kita kembali diingatkan oleh satu kenyataan hakiki: kita merancang, tapi Allah yang menentukan.

Sebagai manusia, kita diberi akal untuk berpikir, hati untuk merasa, dan waktu untuk berusaha. Tapi sebesar apapun daya upaya yang kita curahkan, tidak ada satu pun yang keluar dari lingkup kehendak Allah. Takdir-Nya senantiasa menjadi garis akhir dari segala skenario kehidupan.

Maka, penting bagi kita untuk menyiapkan hati yang ridha, bukan hanya ketika takdir sesuai harapan, tapi juga ketika ia datang dalam bentuk yang tidak kita mengerti. Ridha bukan tanda lemah atau menyerah, tapi tanda ketundukan kepada Yang Maha Mengetahui, bahwa apa yang kita anggap "buruk" hari ini bisa jadi adalah jalan menuju kebaikan yang lebih besar esok hari.

Percayalah, Allah tidak pernah menulis skenario yang sia-sia. Kadang Ia memberi kenyamanan, agar kita bersyukur. Kadang Ia datangkan kesulitan, agar kita lebih dekat kepada-Nya. Keduanya adalah bentuk cinta yang berbeda, tapi sama-sama mendidik jiwa.

Maka, jangan pernah berpikir untuk menempuh jalan yang Allah larang demi mengubah keadaan. Jangan memilih cara-cara curang, jalan pintas, atau meraih sesuatu dengan meninggalkan rambu-rambu syariat. Apa pun yang didapat dari jalan yang salah, tidak akan pernah membawa kedamaian yang sejati.

Syukuri, dan teruslah bersyukur. Bahkan untuk hal-hal yang belum terjadi, bersyukurlah karena Allah masih menggenggam hidupmu, dan belum menyerah padamu. Karena siapa yang bersyukur dalam segala keadaan, maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya dalam bentuk yang tak terduga.

Akhirnya, yang perlu kita lakukan hanyalah yakin, berikhtiar, lalu berserah. Karena dalam pelukan takdir-Nya, selalu ada tempat yang paling baik untuk kita pulang. Mungkin bukan hari ini kita paham, tapi suatu hari nanti, kita akan tersenyum dan berkata: “Inilah yang terbaik, sebagaimana Allah kehendaki.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Hati

Aku Bermimpi

Menanti Mu