Engkau Bangun Istana untuk Dunia, Tapi Lupa Membangun Rumahmu di Akhirat
Engkau Bangun Istana untuk Dunia, Tapi Lupa Membangun Rumahmu di Akhirat
“Engkau bangun istana untuk dunia...” Sebuah kalimat yang seolah memuji kerja keras dan capaian manusia. Namun, pujian itu menggantung di udara, sebelum jatuh ditimpa kebenaran berikutnya: “...tapi lupa membangun rumahmu di akhirat.” Di situlah letak tajamnya. Sebab, Abu al-‘Atahiyah tidak mencela istana, tetapi menyingkap lupa—lupa pada tempat pulang yang sejati, lupa bahwa hidup adalah perjalanan singkat, bukan tujuan akhir.
Banyak manusia, seperti Harun al-Rashid, terpesona oleh kemegahan dunia: kekuasaan, harta, dan kemuliaan semu. Mereka menumpuk batu demi batu, menata taman-taman, membangun menara tinggi yang menyentuh langit. Namun mereka lupa meletakkan satu batu pondasi untuk rumahnya di akhirat—lupa memberi sedekah yang tersembunyi, menegakkan salat dengan hati, atau meneteskan air mata dalam sepi karena takut pada Tuhan.
Abu al-‘Atahiyah, dengan kata-katanya yang sederhana namun menggugah, mengajak setiap insan, bukan hanya para khalifah, untuk merenung: sudahkah kita menyiapkan tempat tinggal di kampung abadi? Ataukah kita terlalu sibuk menata ruang tamu dunia yang fana?
Karena pada akhirnya, tak satu pun istana yang kita bangun di dunia akan menyertai kita dalam liang lahat. Yang akan tinggal adalah amal, doa anak saleh, dan sedekah jariyah. Rumah akhirat tidak dibangun dengan batu bata dan marmer, melainkan dengan keikhlasan, kesabaran, dan taqwa.
Komentar
Posting Komentar