Yang Tak Pernah Bertanya Umur

Aku pikir aku punya waktu. Kupikir segalanya masih bisa kutunda, bahwa hidup akan selalu memberi kesempatan kedua. Aku menenangkan diri dengan ilusi bahwa esok masih tersedia. Aku percaya aku bisa berubah nanti—nanti, entah kapan. Tapi ternyata, kematian tidak pernah bertanya umur. Ia datang tanpa mengetuk pintu, tanpa memberi aba-aba.

Perasaanku, baru kemarin aku lulus sekolah. Euforia itu masih terasa hangat. Aku bangga dengan pencapaianku, dengan pujian-pujian yang menghampiri. Aku merasa hidup sedang menanjak, dan aku berdiri gagah di puncaknya. Tapi ternyata, semua itu menipu. Waktu menipuku dengan kelembutannya yang semu, sementara dunia diam-diam menusukku dari belakang.

Kini aku sadar, waktu bukan teman yang bisa diajak bernegosiasi. Ia terus berjalan, tak peduli pada luka, mimpi yang tertunda, atau janji yang belum ditepati. Hidup terus melaju, dan aku tertinggal dalam bayangan keangkuhan masa lalu.

Andai dulu aku tahu bahwa kesempatan tak datang dua kali, mungkin aku akan lebih berani mencintai, lebih jujur pada diriku sendiri, dan lebih bersungguh-sungguh dalam tiap langkah. Tapi penyesalan memang selalu datang di ujung. Ia hadir saat segalanya terlambat, hanya untuk berbisik pelan: kau pernah punya waktu, tapi kau sia-siakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Hati

Aku Bermimpi

Menanti Mu