Rumah

Ada rindu yang tak bisa dituliskan, hanya bisa dirasakan di dada yang sesak oleh sunyi. Aku rindu pulang. Bukan sekadar kembali ke tempat tidur dan dinding-dinding tua, tapi pulang ke pelukan kehangatan, ke tawa yang sederhana, dan ke wajah-wajah yang menyimpan kenangan. Rumah bukan hanya bangunan, ia adalah rasa—rasa aman, rasa utuh, rasa diterima.

Seringkali, di tengah hiruk pikuk dan langkah yang tak berhenti, aku merasa asing di dunia yang ramai. Lalu ingatanku melayang pada sore-sore di beranda, aroma masakan dari dapur, suara azan dari surau kecil di ujung gang. Semua itu sederhana, tapi justru di situlah aku merasa hidup. Rindu ini perlahan menjadi doa: semoga jarak tidak membunuh kenangan, dan waktu tidak menghapus hangatnya pulang.

Pulang, bagiku, bukan hanya kembali secara fisik. Ia adalah perjalanan batin, kembali pada nilai-nilai yang dulu ditanam sejak kecil, kembali pada hati yang tenang, pada iman yang bersahaja. Di antara langkah-langkah berat dan kesendirian yang panjang, aku hanya ingin satu hal: pulang. Bukan untuk lari dari kenyataan, tapi untuk mengisi kembali hati yang mulai kehilangan arah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Hati

Aku Bermimpi

Menanti Mu