Part 7 – Mimpi di Tengah Kesederhanaan
Masa remaja bagi banyak orang adalah masa pencarian jati diri. Bagi Dirly, masa itu justru menjadi ruang belajar yang semakin meneguhkan kesabarannya. Ia bukan remaja yang suka mencari perhatian. Sementara teman-temannya sibuk mengejar tren baru, Dirly lebih sering menghabiskan waktu di kegiatan sosial, mengajar anak-anak kecil, atau membantu warga di kampungnya.
Dalam diamnya, Dirly menyimpan mimpi besar. Ia ingin suatu hari bisa mengangkat martabat ibunya, memberikan kehidupan yang lebih layak, dan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Mimpi itu tidak pernah ia ucapkan lantang, tetapi terlihat jelas dari semangatnya menuntut ilmu dan kesungguhannya bekerja paruh waktu untuk meringankan beban keluarga.
Banyak orang yang mengenalnya mulai kagum dengan ketekunan itu. “Dirly itu berbeda,” begitu sering orang berkata. Bukan karena ia paling pintar atau paling kuat, melainkan karena hatinya selalu tenang dan tindakannya selalu tulus.
Meski hidupnya penuh keterbatasan, Dirly tidak pernah kehilangan keyakinan bahwa setiap perjuangan pasti ada hasilnya. Kesederhanaan mengajarkannya untuk tidak bermimpi terlalu muluk, tetapi cukup realistis: menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, sambil terus menjaga ibunya yang sudah banyak berkorban.
Mimpi sederhana itu, kelak, justru akan menjadi pintu yang mengantarkan Dirly pada perjalanan hidup yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar