Part 8 – Titik Balik
Suatu sore, selepas membantu ibunya berjualan, Dirly berjalan pulang melewati lapangan kecil di kampungnya. Ia melihat sekelompok anak duduk tanpa bimbingan, mencoba mengerjakan tugas sekolah yang sulit bagi mereka. Tanpa ragu, Dirly menghampiri dan menawarkan bantuan.
“Kalau kalian mau, aku bisa bantu mengajari,” ucapnya pelan, dengan senyum tulus yang membuat anak-anak itu langsung mengangguk.
Hari itu menjadi awal kebiasaan baru. Setiap sore, Dirly meluangkan waktu untuk mengajar anak-anak di kampungnya membaca, menulis, atau sekadar mendampingi mereka mengerjakan PR. Kegiatan sederhana itu ternyata menarik perhatian warga sekitar. Banyak orang tua merasa terbantu, karena mereka sendiri sibuk bekerja dan tak selalu bisa mendampingi anak-anaknya.
Dari sinilah nama Dirly mulai dikenal. Ia bukan hanya pemuda sabar, tetapi juga seseorang yang punya hati untuk berbagi ilmu dan waktu. Bagi Dirly, kegiatan itu tidak pernah ia anggap beban. Justru di sanalah ia menemukan kebahagiaan melihat senyum anak-anak yang berhasil memahami pelajaran, atau tatapan lega orang tua yang merasa didukung.
Momen sederhana itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia menyadari bahwa kepeduliannya bisa tumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang kelak akan membuka jalan menuju takdir baru.
Komentar
Posting Komentar