Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

The Power of Friendship: A Journey of Compost and Dreams

Masih terbayang jelas di pikiranku bagaimana perjuangan di akhir semester saat perjalanan kuliahku semakin menantang. Penelitianku tentang pembuatan kompos benar-benar menguras tenaga, waktu, dan pikiran. Begitu banyak bahan organik yang harus kucari dan kuolah—kulit-kulit anas, kulit tebu, dan berbagai bahan lainnya. Namun, di tengah kelelahan itu, Allah menghadirkan teman-teman yang luar biasa. Mereka bukan hanya teman, tapi juga keluarga yang setia menemani dan membantuku tanpa pamrih. Mereka membawakan bahan-bahan yang kubutuhkan, membantu mencarikan kulit tebu, dan bahkan menemaniku membangun rumah kompos di KP2. Mereka juga tak segan membantuku dalam menganalisis data, hingga akhirnya semua menjadi lebih ringan. Aku tak pernah membayangkan jika saat itu aku tidak bertemu dengan mereka. Aku yakin, semua ini adalah bagian dari takdir Allah yang begitu indah—menghadirkan orang-orang yang tepat di waktu yang tepat. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menyelesaikan studiku dengan baik,...

Footprints of My Journey in Bangka

Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa aku akan merantau ke Kota Bangka. Menghabiskan begitu banyak waktu di sana, menjadi bagian dari denyut nadi kota itu, benar-benar di luar dugaan. Namun, kenyataannya, banyak kenangan yang telah terukir di sana—kenangan yang penuh warna, suka dan duka yang silih berganti. Aku masih ingat betapa hangatnya sambutan sahabat-sahabatku di sana, terutama di LDK Al-Madaniah. Mereka bukan hanya sekadar teman, tapi keluarga yang selalu hadir di saat suka maupun duka. Hingga kini, aku masih merindukan kabar baik dari mereka, dan setiap malam aku selalu menyelipkan doa, memohon yang terbaik untuk mereka. Semoga Allah senantiasa melindungi dan memudahkan jalan mereka. Waktu berjalan begitu cepat. Kini aku telah meninggalkan kota tersebut dan kembali merantau ke kota lain, melanjutkan perjalanan hidup yang penuh liku. Namun, meski jarak memisahkan kita, doaku tetap sama: semoga kalian semua menjadi orang-orang yang sukses, baik di dunia maupun di akhi...

Never Give Up: The Light Awaits Beyond the Darkness

  Jangan Pernah Menyerah dalam Hidup Apapun yang kita lalui, seberat apapun rintangan yang menghadang, jangan pernah menyerah. Tetaplah berdiri teguh, meski angin kencang mencoba merobohkan langkah kita. Percayalah, setiap langkah kecil yang kita ambil adalah bagian dari perjalanan besar menuju impian. Kita tidak pernah tahu, di balik kelamnya malam, ada cahaya terang yang sedang menanti kita. Sebuah cahaya yang akan menjadi penuntun, menyambut kita saat kita berhasil melewati semua ujian. Tetaplah melangkah, karena setiap usaha yang kita lakukan adalah bukti betapa berharganya perjuangan ini. Ingatlah, kita sudah sejauh ini berjuang. Sudah begitu banyak tenaga, waktu, dan harapan yang kita curahkan. Maka, jangan sia-siakan perjalanan ini. Teruslah melangkah dengan keyakinan dan semangat yang membara. Yakinlah bahwa semua jerih payah ini akan berbuah manis di kemudian hari. Apapun yang terjadi, teruslah berjuang untuk meraih semua cita-cita yang telah kita tanamkan dalam hati. ...

Aneh Bukan?

itu aneh, bukan? kita tidak pernah apa-apa. tidak ada status, tidak ada komitmen, tidak ada janji untuk bertahan. hanya dua orang yang kebetulan berpapasan, berbagi beberapa cerita, bertukar tawa dan kemudian, begitu saja, itu berakhir. tetapi jika kita bukan apa-apa, mengapa kehilanganmu terasa seperti segalanya? aku terus mengatakan pada diriku sendiri bahwa ini seharusnya tidak menyakitkan. bahwa kamu hanyalah momen yang berlalu, kehadiran sekilas dalam hidupku. tetapi tidak peduli berapa kali aku mencoba meyakinkan diri sendiri, kebenaran tetap sama. ketidakhadiran mu terasa lebih berat dari yang seharusnya aku tidak menduga akan seperti ini, namun di sinilah aku, terjebak dalam pusaran emosi yang bahkan aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu tak terlupakan. apakah itu caramu memberi perhatian? caramu memberikan kenyamanan? atau apakah itu hanya cara kita memahami satu sama lain dengan cara yang terasa mudah? mungkin itu adalah caramu me...

Eak

Setelah sekian lama menyimpan perasaan ini terlalu dalam, aku merasa sesak. Aku mencoba menenangkan gejolak di dada, membiarkan perasaan ini mengalir perlahan. Namun, semakin lama kupendam, semakin besar pula keraguan yang hinggap di hati. Aku sadar, memendamnya hanya menambah luka yang tak kasat mata. Setiap detik yang berlalu, aku merasakan hatiku berdebar saat menatapmu. Senyummu, tatapan matamu, semua itu selalu berhasil mengguncang hatiku yang rapuh. Aku ingin kau tahu, bahwa semua ini bukan sekadar rasa yang singgah sesaat. Kini, aku memberanikan diri untuk jujur pada diriku sendiri dan padamu. Aku tak lagi bisa terus menutupi kenyataan ini. Semoga kelak, entah kapan, kau akan mengerti betapa besar perasaan yang aku simpan ini. Karena aku hanya ingin kau tahu, betapa berharganya setiap detik bersamamu.

Hening

Ketika malam telah tiba, aku menyadari bahwa kau tak akan pernah kembali. Semua harapan yang sempat kugenggam perlahan memudar, menyisakan sunyi yang menelan setiap kata. Heningnya malam seolah menjadi saksi bisu atas kesedihanku. Aku mencoba untuk bertahan, mencoba untuk percaya bahwa semua ini hanyalah sementara. Namun semakin gelap malam, semakin jelas pula bahwa kau tak akan kembali. Aku harus merelakanmu pergi, meski hatiku masih terikat erat pada bayangmu. Dan meski berat, aku tahu bahwa inilah akhirnya. Aku merelakanmu, membiarkanmu menjadi kenangan yang indah dalam ingatanku. Karena terkadang, cinta yang sejati adalah membiarkan pergi, bukan memaksa kembali.

Waiting

Kamu tahu? Aku masih saja menungguimu, bukan hanya masih , tapi selalu . Setiap kali langkahku terhenti, bayanganmu yang hadir di pikiranku. Seakan tak pernah lelah, aku menunggumu, meski jarak memisahkan kita. Aku menunggumu di setiap helaan napas dan di setiap detak waktu. Entah berapa lama lagi harus kujalani, aku selalu siap menunggumu, dengan setia. Karena untukku, kehadiranmu adalah rumah yang selalu kurindukan. Dan meski aku tahu, mungkin kau tidak merasakannya sama seperti aku, itu tidak apa-apa. Bagiku, menunggumu adalah caraku menjaga cinta ini tetap hidup, sampai akhirnya kau kembali padaku.

A Man’s Purpose: To Nurture and Protect

Laki-laki hidup bukan hanya untuk menjalani hidupnya sendiri, tetapi juga untuk menghidupi. Ia belajar menjadi pelindung, menjadi tempat bersandar, dan menjadi harapan. Di pundaknya, ia memikul tanggung jawab dan cinta, menghadapi segala ujian dengan hati yang tegar. Sebab ia tahu, hidupnya bukan hanya tentang dirinya, melainkan tentang orang-orang yang dicintainya. Laki-laki hidup untuk memberi dan menjaga, menjadi penopang di kala lemah, dan menjadi teman di kala sepi. Ia tahu bahwa setiap langkahnya membawa harapan bagi orang-orang yang ia sayangi. Maka ia terus berjuang, tak kenal lelah, demi sebuah kebahagiaan yang ia ingin wujudkan.

Love and Prayers: A Devotion Beyond Desire

Islam mengajarkan bahwa semakin besar cinta yang kau rasakan, semakin tulus pula cara kau menjaganya. Bukan dengan nafsu yang membara, tetapi dengan doa yang setia dan tulus. Karena cinta yang diridhai oleh Allah lahir dari hati yang menjaga kehormatan dan kesucian. Semakin besar cintamu, semakin besar pula tanggung jawabmu untuk menjaga dirinya. Jangan biarkan cinta berubah menjadi godaan yang menjerumuskan. Jika kau benar-benar ingin bersamanya, doakanlah dia setiap waktu. Serahkan rasa itu kepada Allah, agar cinta kalian terjaga dalam batas yang halal. Sebab hanya dengan ridha-Nya, cinta itu akan tumbuh dan membawa kebaikan. Maka, jagalah dia melalui doa dan kesabaran. Tunjukkan kesungguhanmu kepada Allah, bahwa cintamu bukan hanya sekadar hasrat sesaat. Karena jika Allah ridha, cinta itu akan menemukan jalannya. Allah-lah yang akan mempersatukan dua hati dalam ikatan yang suci dan halal.

It's Okay to Cry

Menangislah, karena kau juga manusia. Tidak ada salahnya untuk menunjukkan kelemahan dan kerentanan. Air mata bukanlah tanda kegagalan, melainkan cerminan dari hatimu yang masih mampu merasakan. Dalam kesedihan itu, ada kekuatan tersembunyi yang memberi ruang bagi jiwa untuk melepaskan beban dan memulai proses penyembuhan. Kadang, kita terlalu keras pada diri sendiri, berusaha menutupi luka dengan senyuman atau diam. Padahal, menangis adalah cara alami untuk melepaskan emosi yang tertahan dan menenangkan hati yang gundah. Dengan membiarkan diri menangis, kita memberi kesempatan pada diri untuk beristirahat sejenak dan kembali bangkit dengan lebih kuat. Ingatlah, menjadi manusia berarti memiliki ruang untuk merasa dan mengalami segala warna kehidupan—bahagia, sedih, kuat, dan rapuh. Menangis bukanlah kelemahan, melainkan keberanian untuk menerima dan menghadapi diri sendiri apa adanya. Jadi, jangan ragu untuk menangis ketika hati memanggil, karena di situlah letak kekuatan sejati.

Breathing Through the Struggle

 Aku tetap bernafas, meski sering tercekam oleh ketidakpastian dan beban yang menghimpit. Di balik setiap nafas yang kuhela, ada keinginan kuat untuk terus melangkah meski langkah itu belum selalu pasti. Maafkan aku jika belum mampu menunjukkan yang terbaik, atau jika aku tampak rapuh dan penuh keraguan. Namun, percayalah, aku sedang berjuang di tengah gelap yang kadang membingungkan. Maafkan jika aku terlihat seperti tak tahu arah, seperti tersesat dalam labirin yang tak berujung. Sebenarnya, aku sedang mencari cahaya yang akan menuntunku menuju jalan yang benar. Aku mencoba memahami setiap tanda dan pelajaran yang terselip di setiap ujian. Meskipun langkahku kadang tersandung, aku percaya bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari proses untuk menemukan tujuan yang sesungguhnya. Aku ingin kau tahu, meski segala hal belum sempurna, aku tidak berhenti berusaha. Aku tetap berdiri dan berjuang, meski kadang lelah dan ingin menyerah. Karena aku yakin, di balik kesulitan ini, ada keku...

Nenek yang Abang Cintai

Nenek… Abang rindu nenek begitu dalam. Rindu suara lembut nenek, rindu pelukan hangat nenek, dan rindu doa-doa nenek yang selalu membuat abang kuat. Sekarang nenek sudah berpulang, dan abang belum sempat menghajikan nenek. Abang menyesal, Nek… Tapi percayalah, setiap langkah abang di sini adalah doa dan usaha untuk kebaikan nenek di sana. Abang sedang belajar dan berjuang, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk membalas segala kasih sayang nenek. Agar nanti di akhir perjalanan, abang bisa membawa kebaikan untuk nenek, meskipun terlambat, tapi penuh harap. Maafkan abang ya, Nek, karena belum bisa selalu ada untuk nenek. Namun setiap selesai salat, nama nenek selalu abang sebut, memohon ampunan dan rahmat untuk nenek di sisi Allah. Abang sayang nenek, sangat sayang… Jaga nenek di surga sana, ya. Abang percaya nenek tenang dan damai di sana, dan abang akan terus berdoa sampai kita bertemu kembali.

Untuk Diriku Sendiri

Untuk diri ini... Tolong, jangan terlalu banyak mengeluh. Sebab di luar sana, banyak jiwa yang memikul beban lebih berat, dengan senyum yang tetap mereka pertahankan. Tolong, jangan mudah menyalahkan takdir, apalagi menyalahkan Tuhan dalam luka yang datang. Ia tahu apa yang tak kau tahu, Ia sedang menulis cerita yang lebih indah, meski kini kau hanya melihat halaman yang kelam. Belajarlah sabar… belajarlah percaya. Luka hari ini bisa jadi jalan menuju cahaya esok hari. Peluk dirimu sendiri, dan terus melangkah. Karena selama kau masih bernapas, Allah mempunyai skenario terbaik

Untuk Bapak, dari Anakmu yang Mulai Letih

Bapak… Anakmu lelah. Ternyata, beban hidup ini berat sekali, Pak. Tak semudah yang dulu kupikirkan saat kecil, saat aku melihatmu begitu kuat menghadapi semuanya dengan wajah tenang dan senyum sabar. Aku mencoba jadi seperti Bapak, tangguh, tak banyak bicara, menyimpan luka dalam diam. Tapi… aku tak sekuat dirimu, Pak. Langkah ini mulai gemetar, hatiku mulai goyah. Di tengah malam yang sunyi, aku hanya ingin satu hal— peluk Bapak… walau hanya di mimpi. Sekadar menumpahkan rindu yang tak pernah sempat kuucap saat kita masih bersama. Jika Bapak bisa dengar dari jauh sana, temui aku malam ini, dalam mimpi yang sunyi, dan bisikkan… bahwa semua akan baik-baik saja.

Untuk Mama, dari Anakmu yang Masih Berjuang

 Maah… Abang rindu, ma. Rindu masakan mama, rindu nasihat lembut mama tiap abang hampir menyerah. Sekarang abang lanjut S2, ma. Bukan karena ingin hebat, tapi karena abang ingat impian mama, yang selalu bilang, “Belajar setinggi langit, bang.” Di sini, jauh dari rumah, abang belajar bukan cuma soal buku… tapi juga belajar jadi kuat, belajar menahan tangis saat malam terasa panjang. Kadang capek, ma. Lelah rasanya sendiri di tengah kota asing, semua abang hadapi sendiri— makan sendiri, sakit sendiri, dan kalau rindu mama, cuma bisa pandangi foto mama sambil berdoa pelan. Tapi abang janji, abang nggak akan menyerah. Abang jalani semua ini biar nanti bisa pulang bawa kebanggaan buat mama, bukan cuma gelar, tapi bukti bahwa semua doa mama nggak pernah sia-sia. Maaf ya, ma… Kalau abang belum bisa sering pulang, belum bisa bantu banyak. Tapi setiap selesai salat, nama mama selalu abang sebut. Abang sayang mama, teramat sangat… Jaga diri di sana ya, ma. Tung...

Everything Is Just You

Everything feels like it's failed, Everything comes back to you. I’m worn out now, babe— no fire left, no light, no clue. I feel nothing, Not a spark, not even pain. I can’t move, can’t breathe through this silent rain. I don’t want to do anything, the world just blurs and slips through. In moments like this, all I feel… is you. Every thought echoes your name, Every corner holds your trace. Everything I built— collapsed in your space. Everything has failed, but not the memory of you. And though I say I give up now, babe, some part of me still aches for the truth.

Soal Hati

Gila, tak masuk logika — termangu aku dalam sunyi yang buta. Kau menggenggam, aku menadah, dua arah yang tak pernah searah. Aku belajar berdamai dengan apa yang tak bisa kuubah, menyulam luka menjadi pelajaran, meski dalam diam — hati terus berperang. Kunci dari semua ini bukan sekadar logika atau janji, tapi keberanian untuk mengakui: ada hal yang tak bisa dimiliki, meski sangat dicintai. Jujur, tak mudah melangkah pergi — meninggalkan rasa yang tak pernah mati. Namun ini soal hati, bukan sekadar apa yang diyakini.

Bersama dalam Dakwah, Berharap Bertemu di Surga

Tak henti aku bersyukur saat mengenang pertemuan kita. Siapa sangka, di tanah rantau ini—jauh dari keluarga dan kenyamanan rumah—Allah justru menghadirkan kalian sebagai anugerah terindah. Kita dipertemukan dalam naungan Lembaga Dakwah Kampus Al-Madaniah, bukan sekadar untuk bertemu, tapi untuk saling menjaga dalam kebaikan dan ketakwaan. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa aku akan menemukan saudara sejiwa seperti kalian. Saat aku futur, kalian yang menegur dengan kasih. Saat aku lelah, kalian hadir tanpa diminta. Di saat aku kehilangan arah, kalian menjadi lentera yang mengingatkan kembali akan tujuan hidup sebagai hamba-Nya. Kalian adalah keluarga yang Allah pilihkan untukku di tanah asing ini. Aku yang datang tanpa siapa-siapa, kini merasa memiliki rumah dalam hangatnya ukhuwah kita. Tawa kalian, pelukan doa kalian, dan ketulusan dalam setiap nasihat membuatku yakin bahwa ini bukan sekadar kebetulan, melainkan bagian dari rencana indah-Nya. Terima kasih, Ya Allah, atas ...

Cinta yang Tak Pernah Meninggalkan

Aku tahu, aku takkan mampu berjalan sendiri. Tanpa petunjuk-Mu, aku hanyalah langkah yang tersesat, berjalan tanpa arah di tengah gelapnya dunia. Betapa sering aku merasakan malu pada-Mu, Ya Rabb, malu karena begitu banyak nikmat-Mu yang Kau limpahkan, sementara ketaatanku tak juga bertambah. Aku malu untuk meminta lagi, sedangkan aku sendiri sering lalai dalam mensyukuri nikmat yang telah Kau beri. Lidahku kerap basah oleh keluh, namun kering dari dzikir. Hatiku penuh harap pada pengabulan doa, padahal aku sendiri jarang menyambut panggilan-Mu dalam sujud dan taat. Betapa banyak khilaf dan dosa yang telah kuperbuat, namun aku tahu, rahmat dan kasih sayang-Mu tak pernah lekang. Adakah cinta yang setulus ini selain dari-Mu, wahai Pencipta yang Maha Pengasih? Cinta yang tetap mengalir bahkan ketika hamba-Nya berkali-kali berpaling. Cinta yang tak membenci, walau sering dilukai. Aku ingin terus berusaha untuk taat, untuk kembali, dan melepaskan semua belenggu kemaksiatan yang selama ini...

Kekuatan yang Dicari dalam Kerapuhan

Jika saat bersama dalam dakwah saja aku sudah merasa serapuh ini, bagaimana mungkin aku mampu bertahan saat sendiri? Kebersamaan seharusnya menjadi sumber kekuatan, tempat berpijak saat jiwa mulai goyah. Namun mengapa justru di tengah barisan ini, aku merasa gentar, seolah beban begitu berat dan langkah begitu lambat? Mungkinkah ini karena hatiku belum sepenuhnya bersandar pada-Nya? Dalam lingkaran nasihat dan ukhuwah, aku kerap menemukan semangat, namun juga cermin yang memantulkan kelemahan diriku sendiri. Di antara lantunan ayat dan tausiyah, aku menyadari bahwa iman tak selalu tegak hanya karena ramai. Ada kalanya keramaian justru menyingkap retak-retak dalam jiwa yang belum kukenali sebelumnya. Lalu aku bertanya, sekuat apa aku jika harus berjalan seorang diri? Tanpa tangan yang menggenggam, tanpa pelukan doa dari saudara seiman, tanpa senyum penyemangat di tengah letih perjuangan? Jika di tengah kebersamaan aku masih meragu, bagaimana jika hanya ada sunyi yang menemani? Mungk...

Musholla

Ramai. Penuh tawar-menawar, penuh obrolan, dan penuh tumpukan deadline. Di tengah hiruk-pikuk itu, ada satu sudut yang justru paling sunyi. Sebuah ruangan kecil di pojok, tak pernah jadi sorotan. Tempat itu tidak menjual kopi, tidak punya julukan keren, apalagi spot Instagramable. Ia bahkan sering kosong, nyaris tak dianggap ada. Tapi barangkali, justru tempat itulah yang diam-diam menjadi penopang rezeki kita semua. Di sanalah manusia-manusia duduk, bukan untuk berbasa-basi, tetapi untuk mengejar waktu—dalam makna yang sebenarnya. Mereka tidak tampil di beranda media sosial, tidak masuk dalam cerita-cerita keberhasilan yang sering kita rayakan. Tapi doa mereka menggantung di langit, menyapu jalan rezeki yang tidak pernah putus. Ruangan itu bukan ruang istirahat, bukan juga ruang rapat. Ia adalah ruang sujud. Tempat di mana segalanya kembali pada yang Maha Mengatur. Dan meski sepi, mungkin justru karena tempat itulah, kita semua masih diberi cukup—bahkan lebih dari cukup.

The Battle Begins Within

Terlalu sering kita membiarkan rasa takut mengambil alih. Takut gagal, takut jatuh, takut tidak cukup baik... Sampai akhirnya, kita memilih diam—bersembunyi di balik aman yang semu. Padahal tanpa kita sadari, diam karena takut gagal adalah kegagalan itu sendiri. Kita menyerah bahkan sebelum sempat mencoba. Tapi hari ini... Bangkitlah! Tegakkan kepala, dan katakan dengan lantang: "Aku adalah Spartan!" "Aku seorang pejuang!" "Aku kuat!" Ingat, jika ingin berdamai dengan dunia, kau harus lebih dulu siap untuk berperang. Berperang melawan rasa ragu, melawan suara-suara yang mencoba menjatuhkanmu dari dalam dirimu sendiri. Ayo maju, saudara-saudaraku! Ini bukan hanya tentang kemenangan, tapi tentang keberanian untuk berdiri, untuk melawan, untuk tetap melangkah meski dunia terasa berat. Karena hanya mereka yang berani melangkah, yang pantas melihat cahaya di ujung perjalanan.

Dear Me, Please Stay

Ayo... kuat, bersama-sama—aku dan diriku sendiri. Tubuhku, jiwaku... kita sudah terlalu lelah, bukan? Terlalu sering berperang dengan hal-hal di dunia ini, hal-hal yang kadang tidak kita mengerti, tapi terus datang tanpa henti. Aku tahu ini berat. Aku tahu ini sangat melelahkan. Aku tahu rasanya seperti kehabisan tenaga, seperti berjalan sambil menahan beban yang tak terlihat. Dan iya, kadang hal-hal kecil pun bisa membuatku menangis. Bukan karena aku lemah, tapi karena jiwaku sudah tidak sekuat dulu. Mungkin orang bilang aku cengeng— tapi mereka tidak pernah tahu seberapa keras aku mencoba bertahan. Menjalani hidup ini... benar-benar melelahkan. Kadang, menangis adalah satu-satunya cara agar aku merasa sedikit lebih ringan. Seolah air mata bisa membersihkan luka yang tak kasat mata. Tapi meski lelah, aku tidak akan menyerah. Aku akan tetap bertahan— bukan untuk membuktikan apa pun pada dunia, tapi untuk diriku sendiri. Untukmu, wahai diriku... Terima kasih sudah berta...

Anak Bungsu

  Hai, anak bungsu... Katanya, hidupmu selalu enak. Katanya, semua keinginanmu selalu dipenuhi. Katanya, kamu dimanja, disayang lebih, dan tak pernah tahu susah. Tapi... mereka tidak benar-benar tahu, kan? Mereka tidak melihat bagaimana kamu sering dipaksa dewasa dalam diam. Bagaimana kamu harus tersenyum meski dibanding-bandingkan. Bagaimana kamu berusaha kuat, walau dianggap paling kecil, paling lemah, paling tidak mengerti. Menjadi anak bungsu bukan berarti tidak punya luka. Kamu juga bisa lelah. Kamu juga berhak menangis. Dan kamu juga punya mimpi yang ingin kamu kejar sendiri—bukan sekadar bayang-bayang dari yang lebih dulu. Tapi kamu tetap bertahan. Dengan caramu yang lembut tapi tegar. Dengan sabar yang jarang dilihat orang. Dan dengan hati yang lebih besar dari yang mereka sangka. Jadi semangat, ya, anak bungsu. Kamu tidak manja—kamu hanya belajar mencintai dengan cara yang berbeda. Kamu tidak lemah—kamu hanya menyimpan kuatmu dalam senyap. Dan meski duni...

Kembali

"Dulu, aku begitu ingin cepat dewasa. Kupikir menjadi dewasa berarti bebas— bebas memilih jalan, bebas menentukan arah. Aku tak sabar meninggalkan masa kecil, karena kurasa dunia orang dewasa begitu menarik dan penuh kuasa. Tapi kini, setelah dewasa, aku justru rindu masa kecil. Rindu hari-hari tanpa beban, tanpa harus pura-pura kuat, tanpa harus menyembunyikan air mata di balik senyum. Senyum di masa kecil itu... tidak pernah palsu. Ia lahir dari hati yang murni, dari tawa yang sederhana: bermain di bawah hujan, makan permen di pinggir jalan, atau hanya karena pelukan hangat dari ibu. Sekarang, senyum seringkali hanya topeng. Kita tersenyum agar tak ditanya, agar tak terlihat rapuh, agar bisa tetap berdiri meski ingin rebah. Andai waktu bisa diputar, aku ingin sejenak kembali— menjadi anak kecil yang tak tahu apa-apa, tapi hatinya selalu penuh."

Badai tuan telah berlalu...

"Jika besok aku mati, bagaimana nasib dunia?" "Dunia akan tetap berputar seperti biasa. Matahari akan tetap terbit di ufuk timur, angin tetap berembus, dan langit tetap menggantungkan awan-awan tanpa peduli kehilanganmu. Mereka yang dekat, mungkin akan menangis, meratapi kepergianmu dalam peluk duka— beberapa hari, beberapa minggu, atau mungkin lebih lama. Namun, pada akhirnya mereka akan belajar menerima, karena hidup memaksa mereka untuk terus melangkah. Mereka yang hanya mengenalmu sekilas, akan sekadar bertanya, "Mengapa bisa?" Lalu membicarakanmu sejenak, sebelum beralih ke kabar lain yang lebih hangat untuk diperbincangkan. Dan setelah itu—perlahan, kau akan dilupakan. Namamu tinggal jejak di percakapan yang makin jarang, wajahmu memudar dari ingatan, dan ceritamu digantikan oleh cerita-cerita baru. Begitulah hidup bekerja, tidak pernah berhenti hanya karena satu jiwa pergi. Ia terus berjalan, dengan atau tanpamu."**

Kehilangan

Ketika kita kehilangan seseorang yang kita cintai, kita tidak benar-benar belajar untuk hidup tanpa mereka. Sebaliknya, kita belajar untuk hidup dengan cinta, kenangan, dan doa yang mereka tinggalkan. Kehilangan bisa datang tiba-tiba—dalam sekejap, seseorang yang begitu berarti bisa pergi, dan hidup kita terasa berubah arah, seolah berputar penuh tanpa arah. Hidup ini begitu singkat dan rapuh. Segalanya bisa datang dan pergi seperti sehelai bulu yang melayang ringan ditiup angin—indah, namun tak bisa kita genggam selamanya. Seorang pemuka agama pernah berkata, “Orang yang kita cintai tidak benar-benar pergi. Mereka berpulang kepada Allah, dan meninggalkan kita dengan dua pilihan: bersedih dalam kehilangan, atau bersabar dalam keimanan.” Dalam Islam, kematian bukanlah akhir, melainkan perpindahan ke alam yang lebih kekal. Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa setiap musibah adalah ujian keimanan, dan setiap air mata yang tumpah karena cinta, bisa menjadi saksi di hadapan Allah. Maka dari i...

Aku dan Kau

Aku sudah jauh terlihat lebih baik, meskipun belum benar bisa dibilang baik. Aku sudah mulai belajar menerima takdir yang berterbalik dari keinginanku. Aku mulai memahami bahwa tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan harapan, dan mungkin memang begitu cara semesta mengajarkanku tentang ketabahan. Aku sudah belajar berdamai dengan semua hal yang telah membuatku patah sejauh ini. Luka-luka itu masih ada, tapi tidak lagi menjerit. Mereka hanya diam, mengendap di sudut hati, mengajarkanku arti dari bertahan. Aku juga sudah belajar mengikhlaskan semua yang pergi dari hidupku. Katanya, kematian bukanlah perpisahan, melainkan perpindahan. Karena aku kehilangan raganya, bukan kenangannya. Ia tetap hidup di dalam ingatanku—dalam tawa yang pernah kami bagi, dalam percakapan-percakapan larut malam, dalam semua hal kecil yang dulu terasa biasa, tapi kini begitu berarti. Memang, aku tidak lagi bisa melihat matanya yang hangat, melihat senyumnya yang menenangkan, atau mendengar suara indahnya...

Ketika Hati Mulai Bersyukur

Ternyata benar ya, ketika kita mulai belajar bersyukur atas hal-hal kecil, hidup terasa jauh lebih ringan. Hal-hal yang dulu sering kita anggap sepele—seperti udara pagi yang segar, tawa orang tua, atau makanan hangat di meja—ternyata punya makna yang besar ketika kita berhenti sejenak dan merenung. Bersyukur bukan soal besar atau kecilnya yang kita punya, tapi tentang hati yang sadar bahwa semua ini adalah anugerah. Dan di saat kita mulai ikhlas dan tulus menghargai yang sedikit itu, Tuhan justru membukakan pintu-pintu rezeki yang tak pernah kita duga sebelumnya. Datangnya tidak selalu berupa uang atau harta, tapi bisa berupa ketenangan, jalan keluar dari masalah, atau pertemuan dengan orang-orang baik. Kadang rezeki itu datang dari arah yang tak masuk akal—tapi selalu tepat waktu, seperti tahu kapan kita paling membutuhkannya. Dari situ aku belajar, bahwa keajaiban sering kali muncul bukan karena usaha yang besar semata, tapi dari hati yang lapang dan penuh syukur. Ketika kita tida...

Yang Tak Pernah Bertanya Umur

Aku pikir aku punya waktu. Kupikir segalanya masih bisa kutunda, bahwa hidup akan selalu memberi kesempatan kedua. Aku menenangkan diri dengan ilusi bahwa esok masih tersedia. Aku percaya aku bisa berubah nanti—nanti, entah kapan. Tapi ternyata, kematian tidak pernah bertanya umur. Ia datang tanpa mengetuk pintu, tanpa memberi aba-aba. Perasaanku, baru kemarin aku lulus sekolah. Euforia itu masih terasa hangat. Aku bangga dengan pencapaianku, dengan pujian-pujian yang menghampiri. Aku merasa hidup sedang menanjak, dan aku berdiri gagah di puncaknya. Tapi ternyata, semua itu menipu. Waktu menipuku dengan kelembutannya yang semu, sementara dunia diam-diam menusukku dari belakang. Kini aku sadar, waktu bukan teman yang bisa diajak bernegosiasi. Ia terus berjalan, tak peduli pada luka, mimpi yang tertunda, atau janji yang belum ditepati. Hidup terus melaju, dan aku tertinggal dalam bayangan keangkuhan masa lalu. Andai dulu aku tahu bahwa kesempatan tak datang dua kali, mungkin aku akan ...

Bukan Kematian yang Paling Menyakitkan

Yang lebih menyakitkan, ternyata bukan kematiannya. Bukan hilangnya sosok yang dulu begitu dekat, atau lenyapnya suara yang biasa mengisi hariku. Bukan pula sunyinya hari-hari setelahnya, atau sepinya ruang yang dulu penuh tawa dan cerita. Yang paling menyakitkan adalah ketika aku menatap kembali semua yang pernah aku perjuangkan— dan menyadari: tak satu pun benar-benar berguna. Segala lelah yang kutumpuk, waktu yang kuhabiskan, doa yang kulangitkan dengan linangan air mata, semua terasa hampa saat akhirnya yang tersisa hanya diam dan kehilangan. Ternyata, bukan tentang betapa kerasnya aku berjuang. Tapi tentang kepada siapa aku bersandar. Aku sibuk menjaga, memperjuangkan, dan mempertahankan— namun lupa bahwa semua yang kutahan erat adalah milik Tuhan. Aku ingin segalanya abadi, padahal dunia ini hanya singgah sebentar. Aku menaruh harapan pada manusia, padahal mereka pun rapuh seperti aku. Kini aku mengerti, bahwa setiap kehilangan adalah teguran halus dari langit: ...

Antara Keinginan dan Kehendak: Belajar Ridha dalam Skenario Allah

Kita sering kali menyusun rencana dengan teliti. Menyusun harapan demi harapan dalam lembar-lembar doa yang panjang. Kita punya keinginan, bahkan kadang begitu kuat hingga kita merasa yakin itu yang terbaik. Namun, dalam keheningan malam atau di sela kelelahan harian, kita kembali diingatkan oleh satu kenyataan hakiki: kita merancang, tapi Allah yang menentukan. Sebagai manusia, kita diberi akal untuk berpikir, hati untuk merasa, dan waktu untuk berusaha. Tapi sebesar apapun daya upaya yang kita curahkan, tidak ada satu pun yang keluar dari lingkup kehendak Allah. Takdir-Nya senantiasa menjadi garis akhir dari segala skenario kehidupan. Maka, penting bagi kita untuk menyiapkan hati yang ridha , bukan hanya ketika takdir sesuai harapan, tapi juga ketika ia datang dalam bentuk yang tidak kita mengerti. Ridha bukan tanda lemah atau menyerah, tapi tanda ketundukan kepada Yang Maha Mengetahui , bahwa apa yang kita anggap "buruk" hari ini bisa jadi adalah jalan menuju kebaikan ya...

Engkau Bangun Istana untuk Dunia, Tapi Lupa Membangun Rumahmu di Akhirat

Engkau Bangun Istana untuk Dunia, Tapi Lupa Membangun Rumahmu di Akhirat Begitulah tajamnya nasihat Abu al-‘Atahiyah kepada Khalifah Harun al-Rashid—nasihat yang menggores lebih dalam daripada sebilah pedang, karena ia menembus dada kesadaran. Di hadapan kemegahan istana Bagdad yang menjulang dan berhiaskan emas serta permadani dari penjuru dunia, penyair zuhud itu mengingatkan sang penguasa bahwa segala kemewahan yang dibangun dengan begitu megah tidak lebih dari sekadar debu yang tertiup angin waktu. “Engkau bangun istana untuk dunia...” Sebuah kalimat yang seolah memuji kerja keras dan capaian manusia. Namun, pujian itu menggantung di udara, sebelum jatuh ditimpa kebenaran berikutnya: “...tapi lupa membangun rumahmu di akhirat.” Di situlah letak tajamnya. Sebab, Abu al-‘Atahiyah tidak mencela istana, tetapi menyingkap lupa—lupa pada tempat pulang yang sejati, lupa bahwa hidup adalah perjalanan singkat, bukan tujuan akhir. Banyak manusia, seperti Harun al-Rashid, terpesona oleh kem...

Keluarga

Setia pada keluarga adalah fondasi utama dalam menjalani kehidupan. Dalam keadaan senang maupun susah, keluarga seharusnya menjadi tempat pertama untuk berbagi, saling menguatkan, dan tumbuh bersama. Jangan pernah meninggalkan mereka hanya demi mengejar harta atau ambisi pribadi, sebab kekayaan tanpa kebersamaan tidak akan pernah menghadirkan kebahagiaan yang sejati. Sebaliknya, ajaklah keluarga untuk turut serta dalam perjuangan hidup—membangun mimpi bersama, saling mendukung di setiap langkah, dan merayakan setiap pencapaian dengan penuh syukur. Kebersamaan dalam keluarga bukan hanya memperkuat ikatan batin, tetapi juga menumbuhkan semangat untuk terus maju meskipun tantangan datang silih berganti. -Terinspirasi dari film Mengusahakan Pertolongan Illahi

Istiqomah

Ternyata, istiqomah itu tidak semudah yang dulu kubayangkan. Aku kira cukup dengan niat dan sedikit tekad, aku bisa berjalan lurus di jalan-Nya tanpa goyah. Tapi nyatanya, begitu banyak tantangan yang datang silih berganti, terutama saat aku sendiri, saat tak ada yang mengingatkan, saat hati sedang lengah. Di saat seperti itulah, aku merasa lemah. Kadang aku begitu semangat menjalani perintah-Nya, merasa begitu dekat dan ringan melangkah. Namun di hari yang lain, aku justru lalai, terjebak dalam dunia yang menggoda, hingga aku lupa arah dan tujuan awalku. Aku sadar, iman ini naik turun. Ada hari-hari ketika aku merasa begitu dekat dengan Allah, hatiku penuh ketenangan. Tapi ada juga hari-hari ketika aku merasa hampa, jauh, dan terombang-ambing oleh godaan dunia. Kadang aku taat, kadang aku lalai. Dan setiap kali aku jatuh, rasa bersalah itu menghantam begitu keras, membuatku malu pada diriku sendiri, malu pada Tuhanku. Namun justru di situlah aku mulai mengerti, bahwa istiqomah bukan...

Menanti Mu

Aku mencintaimu, dan perasaan itu tumbuh bukan karena aku menginginkannya, tapi karena hatiku menemukan rumahnya dalam dirimu. Namun aku juga sadar, mencintaimu tidak berarti aku harus memaksakan kehadiranku dalam hidupmu. Aku tidak ingin menjadi gangguan dalam jalanmu, tidak ingin menjadi penghalang bagi langkahmu menuju masa depan yang kau impikan. Berat bagiku, sungguh. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan, tapi aku memilih diam, karena aku tahu tidak semua rasa harus diungkapkan saat ini. Setiap kali aku melihat namamu muncul di layar ponselku, hatiku selalu berdegup lebih cepat, seolah-olah semesta sedang memainkan irama khusus hanya untukmu. Tapi seiring degup itu, ada juga kesadaran yang menahan langkahku—bahwa cinta yang tulus harus tahu kapan harus menunggu, kapan harus menjaga jarak, dan kapan harus menyerahkan semuanya kepada Dia yang Maha Mengatur. Aku tidak ingin menjemput cinta ini dengan cara yang salah, dengan cara yang hanya mengikuti keinginan nafsu atau rasa sesaa...

Pelindung dari Segalah Rapuhku...

Bu… apakah ada cinta yang setulus milikmu? Cinta yang tak pernah meminta balas, tak pernah mengeluh meski berkali-kali disakiti oleh sikap dan kata-kataku. Berulang kali aku mengecewakanmu, membuatmu menahan perih dalam diam, namun tak pernah sekali pun kulihat kebencian dalam matamu. Justru yang ada hanya tatapan penuh sabar dan doa yang tak pernah henti kau panjatkan untukku. Aku sering bertanya dalam hati—adakah wanita lain di dunia ini yang mampu mencintai seperti engkau mencintaiku, Bu? Cinta tanpa syarat, cinta yang rela terluka agar aku tetap utuh. Bahkan ketika aku lupa pulang, ketika aku menjauh, ketika aku terlalu sibuk mengejar dunia, engkau tetap berdiri di tempatmu, menungguku pulang dengan doa yang tak pernah padam. Bu, engkau bukan sekadar ibu. Engkau adalah rumah dari segala pulang, engkau adalah pelindung dari segala rapuhku. Dalam sujud malammu, engkau sebut namaku, bahkan ketika aku sendiri lupa mendoakan diriku. Kasihmu tak terukur, pengorbananmu tak terhitung. En...

Ibu

Bu, maafkan aku jika hari ini aku masih sering merepotkanmu dengan keluh dan kurangku. Maafkan jika aku belum bisa menjadi anak yang sepenuhnya membanggakanmu, yang bisa kau ceritakan dengan bangga di antara teman-temanmu, atau yang kau pandang dengan senyum penuh lega. Aku tahu, perjuanganmu untukku tidak pernah mudah—kau korbankan waktu, lelah, bahkan air matamu demi melihatku tetap bertahan dan berjalan. Tapi, Bu… percayalah, aku sedang berusaha sekuat yang aku bisa. Aku mungkin belum sampai pada titik keberhasilan yang kau harapkan, tapi setiap langkah kecil yang kuambil, selalu aku niatkan untuk membuatmu bahagia. Aku ingin kelak senyummu tidak lagi menyembunyikan lelah, tapi menjadi tanda syukur bahwa semua usahamu tidak sia-sia. Aku ingin membahagiakanmu, Bu—bukan hanya di dunia yang sementara ini, tapi juga kelak di akhirat, tempat di mana tidak ada lagi air mata. Aku ingin menjadi amal jariyahmu, menjadi alasan mengapa pintu-pintu surga terbuka untukmu. Aku tahu itu tidak mu...

Harapan

Harapan itu tidak pernah benar-benar hilang. Ia mungkin redup sejenak oleh keadaan, tapi percikannya selalu menyala di sudut hati yang paling dalam. Harapan itu terus ada, dan akan selalu ada—menyelinap di antara lelah, tumbuh di tengah keraguan, dan tetap bertahan meski waktu terus bergulir. Karena menyerah bukanlah jawaban, dan bukan pula jalan satu-satunya. Menyerah hanya akan memenjarakan mimpi dan memutuskan arah yang telah kita perjuangkan dengan sepenuh hati. Maka, bukalah luas pemikiranmu, lapangkan hatimu, dan nyalakan kembali api semangat yang pernah membara. Biarkan cahaya tekad membimbing langkahmu melewati keraguan dan ketakutan. Ingatlah, setiap langkah kecil yang kau ambil hari ini adalah bagian dari perjalanan besar menuju impianmu. Tak mengapa jika kadang kau jatuh, tak masalah jika hari ini terasa berat. Yang terpenting adalah keyakinan dalam dirimu untuk terus bangkit dan melangkah. Karena selama harapan masih kau pelihara, selama semangat masih kau jaga, maka tak ...

Aku Bermimpi

Aku tidak ingin memaksamu untuk melihat ke arahku saat ini. Jika hidupmu sedang berada di jalur impianmu, maka jalani dan nikmatilah sepenuh hati. Tatalah kehidupanmu sebaik-baiknya, kejar setiap impian dan cita-citamu dengan keyakinan penuh. Aku tidak ingin menjadi penghalang dalam perjalananmu, justru aku ingin menjadi doa yang setia mengiringi setiap langkah yang kau ambil. Meski ragaku jauh, doaku selalu dekat—menyusup dalam setiap harapan baik untukmu. Sebisa mungkin, aku mencoba untuk tidak menyimpan harapan apa pun dari penantian ini. Tapi, bagaimana mungkin aku mampu benar-benar menghapus harapan, jika kenyataannya hati ini masih setia menunggumu? Seringkali aku membohongi diriku sendiri, berpura-pura kuat, seolah tidak ada yang tertinggal. Namun dalam diam, aku selalu menyimpan harapan kecil—bahwa suatu hari nanti, takdir akan membawa kita kembali bertemu. Aku bermimpi, suatu saat nanti, ketika aku dan kamu telah tumbuh menjadi versi terbaik dari diri kita masing-masing—lebi...

Untuk Mu

Dalam perjalanan menjelajah untuk meraih ilmu-ilmu baru, mari kita tempuh langkah ini dengan cara-Nya — di jalan yang Allah ridhoi. Karena sejatinya, ilmu bukan hanya untuk memenuhi akal, tapi untuk menuntun hati agar lebih dekat kepada-Nya. Sebagai seorang *ayah*, aku ingin menjadi teladan bagimu, Nak. Aku ingin mengisi hari-hariku dengan pengalaman hidup yang penuh makna, agar kelak aku bisa membagikan padamu kisah-kisah tentang keteguhan, kerja keras, keikhlasan, dan iman. Aku ingin menjadi ayah yang tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga hadir dalam nilai-nilai yang kutanamkan padamu. Nak, raihlah mimpimu setinggi langit. Jangan pernah takut melangkah jauh. Pergilah kemanapun hatimu terpanggil, selama itu dalam kebaikan. Jelajahi dunia, tantang dirimu, dan tumbuhkan keberanian. Tapi satu hal yang harus selalu kau ingat: untuk apa kita diciptakan, dan ke mana akhirnya kita akan kembali. Jangan lupa pada tujuan hidup kita — untuk beribadah, untuk menjadi manfaat, dan untuk pulang ...

Sebuah Kata

Syukur —sebuah kata yang ringan diucapkan, namun seringkali berat diamalkan. Dalam kehidupan, kita cenderung lebih mudah mengeluh daripada mensyukuri, lebih sering memandang apa yang kurang daripada mensadari apa yang telah kita miliki. Padahal, syukur bukan hanya tentang menerima nikmat besar, tetapi juga menghargai hal-hal kecil yang kerap terlewatkan: udara segar, detak jantung yang stabil, atau senyum hangat dari orang tercinta. Ketika doa-doa belum juga terkabul, jangan biarkan hatimu dirundung putus asa. Allah SWT bukan tidak mendengar; Dia hanya sedang mengatur sesuatu yang lebih baik, pada waktu yang paling tepat. Sebab, apa yang menurut kita baik, belum tentu membawa kebaikan. Dan apa yang terasa menyakitkan, belum tentu buruk.  Firman-Nya dalam Al-Qur’an: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19). Belajar bersyukur adalah proses jiwa. Ia melatih kita untuk percaya bahwa setiap ujian mengandung hikmah, s...

Api Dakwah

Apakah dengan sekedar menonton dan tidak turut andil akan mimpi perjuangan dakwah akan membuat kita mencapai titik itu? mungkin akan semakin jauh... Jalan perjuangan kian sepi dan asing dimata manusia lain, tak lagi terlihat menarik. Apakah semangat kita akan padam bahkan sirna... Banyak yang berguguran dijalan dakwah dan semangat yang tak kunjung terisi kembali... Harapanku sampai kapanpun diri ini masih bisa mengemban amanah dakwah itu, kita harus tetap melangkah walapun dengan tertatih Tetap bersamai kawan-kawanku. Perjuangan KITA terus berlanjut.